BULAN SABIT DAN SECUP ES KRIM -PART 2 #ending
Ku tatap
keramaian langit dari atas balkon. Ada ribuan batu cahaya seperti lampu yang
menggantung berkelap kelip, menggoda sekali. Mereka bergantian berkedip seolah
sedang berbincang-bincang satu sama lain. Bentangan jagad raya menenangkan isi
kepalaku.
Sejumlah angka
dan formula membuat otakku ingin muntah. Di tambah dengan kejadian siang tadi
yang ikut berpartisipasi memualkan kepalaku.
”Aika,
nih ada titipan” Zahra menghampiriku
dengan bungkusan yang terlihat berembun dari luar. Ia letakkan bungkusan itu
disisiku.
”Dari
siapa?” tanyaku.
”Gak tau, tadi aku juga
dapet dari Pak Satpam, ada pesannya
di dalem. Di buka aja”
Zahra
segera pergi setelah memberikan bungkusan itu. Dua cup es krim bersembunyi di
dalamnya. Pengirimnya meninggalkan identitas berupa kartu berbetuk hati yang
tertera inisial namanya, “R”. Ada sesuatu yang mencegah jemariku untuk membuka
isi kartu berbentuk hati itu.
“Dari
siapa tuh Ka?” ledek Aini dari dalam kamar, ia menghampiriku dengan cepat.
“Buka dong” ledeknya lagi, sambil mengintip kartu yang ku
sembunyikan.
”Iiih
apa sih!” jawabku sedikit tak nyaman.
”Cieee,
ada yang udah punya secret admirer ternyata” Aini terus meledek. Aku tak bisa
lagi menyembunyikan warna wajahku yang sudah seperti kepiting rebus.
”Dia itu bukan Secret Admirer, dia itu Distruber!”
bantahku.
“Gak ada Distruber yang malem-malem gini nganterin es
krim Ka..” godanya lagi sambil berlalu di depan aku. Aini kembali masuk ke
dalam kamar, kemudian ia kembali menoleh ke arahku dengan wajah meledek.
Aini hilang
dari peredaran mataku, aku kembali fokus pada secarik kartu ini.
Sssrrrrt....
Ku buka si kartu kecil
itu.
“....”
Aku terdiam membisu.
# # #
Pagi ini begitu
berembun dan dingin. Bu
Elmira mengajar lagi hari ini. Masih setengah delapan pagi, kampus belum
terlalu ramai. Sambil menunggu pelajaran dimulai, aku duduk di
pinggir kooridor kelas. Kedua bola mataku terasa sangat berat.
“Sudah di baca
suratnya?”
Lelaki dengan senyum sabit bernama
Afrizal itu muncul di depanku.
“Maksud kamu apa
sih?
gak lucu!”
“Aku emang lagi gak ngelucu”
“Kamu gak ada bosennya yah gangguin aku!”
keluhku.
“Ganggu
kamu?” tanyanya.
“YA! Tepat sekali!” gerutuku kesal.
“Kamu pikir saya gak terganggu dengan perasaan ini?”
Terganggu
dengan perasaan ini? Apa maksudnya tanyaku
dalam hati.
Sunyi mengisi kekosongan diantara
kami. Aku mematung
dengan mulut membisu, masih menunggu penjelasan darinya. Sejumlah pertanyaan
yang telah ku rangkai baik-baik kini menjadi buyar.
“Aku
pun terganggu, terganggu sekali”
lanjutnya.
Aku menatap bara matahari di bola
matanya yang tajam. Bara yang memeluk hangat bongkahan es dalam hatiku.
Membuatnya sedetik kehilangan kekuatannya. Meleleh.
“Tak bisa tidur, belajar tak fokus. Aku tidak tahu apa yang sedang
terjadi, entah mengapa ada getaran hebat ketika melihatmu. Disini” ia
menunjuk letak dimana rasa sesak yang ia
alami. Di rongga dadanya.
“Kadang aku tersenyum sendiri, aku jadi begitu
menyukai lagu-lagu romantis. Seseorang
mengatakan bahwa aku terkena virus merah jambu. Entah. Aku hanya baru merasakan
hal ini” ia melanjutkan kembali
ceritanya.
“Pertama kali? Terdengar tak masuk
akal” ujarku.
Ia menatapku dengan butir-butir
kecewa yang berserakan dicahaya matanya.
“Cinta mana didunia ini datang
dengan permisi? Bahkan karena cinta datang dengan begitu tenang, Sang Raja lupa
dengan tahtanya.” ia menatapku lekat.
“Maaf” ujarku
menyesal.
“Cinta di menangkan oleh ketulusan
hati bukan dari kekerasan berpikir” tukasnya
lagi.
Perasaan bersalah
berkecamuk ketika kulihat bulir embun bertengger di sudut mata elangnya yang
tajam. Aku tak bisa berkata banyak ketika ia sekuat tenaga mencoba membuang
keraguanku.
“...”
“Aku hanya ingin kamu tahu. Itu saja” Ujarnya lagi.
“Untuk
apa? Untuk membuatku gusar?” tanyaku. Ada kata yang tertawan
di bibirnya.
“Dan
aku ingin tahu apakah kamu merasakan getaran yang sama?” sambungnya lagi.
Deg!
Aku
benar-benar ingin berlari dan enyah dari hadapannya. Namun sesuatu seolah
menahan langkahku.
“Kalau
tidak sama?” tanyaku
sebelum menjawab.
“Aku
akan tetap jadi pengagummu”
“...” aku terdiam.
“Kalau
perasaan kita sama, bolehkah aku saja yang jadi pacarmu?” lanjutnya lagi.
Deg!
“…” pertanyaan itu membuatku ingin
enyah, ia benar-benar menjebakku dalam posisi yang sulit. Ia mengeluarkan satu
cup es krim vanilla dan menyodorkannya padaku.
“Kalau perasaan kita sewarna, kamu
makan es krim ini. Kalau berbeda, kamu buang es krim ini ke tempat sampah”
jelasnya.
“Bagaimana
kalau kita serius?” tantangku
tak mau kalah.
“Serius?? Maksudnya
menikah?” jawabnya kaget.
“Iya. Tepat sekali!” aku mengiyakan.
“Menikah?
Seram sekali, kita masih muda. Banyak yang harus di capai. Gak siap aku menikah dini”
Jawabannya semakin
membuatku yakin tentang keputusan yang akan aku buat.
“Jadi, bagaimana?”
tanyanya padaku.
“Seperti
yang kamu bilang, kita masih muda. Banyak yang harus kita capai” jawabku.
“Aku gak ngerti maksud kamu” tatapan
matanya meminta kejelasan padaku. Perlahan aku kembali menyusun kata-kata yang
sempat berserakan.
“Ya,
seperti katamu. Kita masih muda banyak
yang harus kita capai. Aku datang jauh-jauh dari rumah ke kampus ini, bukan
untuk cari pacar”
jelasku.
“Jadi
kesimpulannya engga?” ia meminta kembali
kejelasan.
Aku mengambil vanilla kesukaanku
dalam genggamannya seraya tersenyum. Ada harapan memantul dari raut wajahnya.
“Maaf” ku buang vanilla favoritku
ketempat yang ia pesankan. Tempat sampah.
Harapan itu perlahan sirna dari
cahaya matanya. Ia terduduk lesu. Pria dengan lengkung sabit di hadapanku ini
menyeka embun di sudut matanya.
“Kita masih bisa jadi teman kan?”
tanyanya lagi. Aku mengacungkan ibu jari kehadapannya, “Tentu saja”
# # #
Tak terasa puluhan menit telah berlalu, aku
masih di kooridor menunggu kedatangan Bu Elmira. ku lihat Bu Elmira berjalan di kooridor
kelas kami.
“Kamu Aika Zahrana
Puteri kan?” tanyanya saat melihatku.
“Iya Bu” jawabku.
“Tumben jam segini
sudah datang. Baguslah, jangan terlambat lagi yah”
Ujarnya sambil
tersenyum padaku, aku membalas senyumannya. Lalu mengikutinya masuk kekelas.
Kemelut pagi ini mencair, aku tetap
berdiri diatas keyakinan yang ia anggap meragukan. Keyakinan untuk mengisi
waktu sendiri. Pada akhirnya penolakan tetap membuat kami berteman. Salju dalam
rongga dadaku kembali membeku. Sedingin dan selembut tiap gigitan es krim pagi ini.
--Selesai--
0 Response to "BULAN SABIT DAN SECUP ES KRIM -PART 2 #ending"
Post a Comment