Skip to main content

Posts

Showing posts from 2012

Jangan Panggil Aku Piatu

Aku sudah di tinggal ibu sejak pertama kali menghirup nafas di dunia. Tak ada belaian hangat jemari ibu mengusap kepalaku. Aku bukannya tak punya ibu, aku punya! Hanya saja Tuhan terlalu cepat memisahkan aku dan ibu. Tuhan memilih ibu bersanding denganNya sebelum ibu sempat mengecup keningku. Aku punya ibu, sama seperti kalian. Bedanya raga ibu tak disisiku, itu saja. Selebihnya kita sama. Jadi, berhentilah memanggilku si Anak Piatu, karena itu membuatku merasa jauh dari ibu. Ibu memberikan sisa hidupnya untukku. Karena ibu, aku ada namun karena aku ibu pergi. Ibu berhasil mentransferku ke dunia melalui hela nafas terakhirnya. Aku memang tak merasakan kasih ibu lewat usapan jemarinya atau mendengar ibu mendayu merdu meninabobokanku. Yang aku tahu dan aku rasa kasih ibu terlukis di setiap langkah dan hembus nafas yang ku hirup. Cintanya lebih berharga dari hidup yang ia kenalkan padaku. Teman-teman bahkan Ibu-ibu di sekitar rumah sering mengasihani aku, “Kasihan banget yah dari

Tuhan Tampar Aku

Langit Pucat Pasi, Hati pun Bergemuruh “Tuhan mengagumi remaja yang tidak mengikuti hawa nafsu serta menyeleweng dari jalan yang benar”, sepenggal riwayat itu masih melekat erat di benak Najwa. Gadis beriris mata cokelat itu melempar jauh pandangannya kelangit. Entah apa yang dicarinya, sesekali dia mengaduh dan menghentakkan kaki. Seperti habis melakukan kesalahan besar, “Kenapa Najwa? Ada yang mengganggu pikiranmu kah?” tanpa disadari Bu Farida sudah duduk manis disampingnya, “Loh ibu sejak kapan disini?” tanyanya heran bercampur rasa kaget, “Sejak aduhan-mu memancing hati Ibu untuk kemari” Najwa tertegun, ternyata ada yang memperhatikan tingkah laku anehnya sedari tadi. Najwa menatap   Bu Farida, “Tak apa Bu, saya hanya bosan” ujarnya mencoba meyakinkan. Bu Farida tampaknya mengerti, ia hanya mengelus pundak Najwa lalu beranjak meninggalkannya. Sore itu, langit mulai pucat pasi tak lama rengekannya semakin jelas terdengar. Najwa tidak berkutik sedikit pun dari persing

Ibu, selamat Ulang Tahun

Ibu, selamat ulang tahun 20 oktober 2012 ,08.52 WIB Oleh : Adinda Syafa’atul Udzmah Dingin menyentuh kalbu, rinai-rinai air langit nampaknya baru saja berhenti bekerja. Aku tergopoh-gopoh tak sabar menemui Kak Linda, ketua asrama kami. Hari ini Ibuku genap 46 tahun, Ayah menyuruhku pulang kerumah bukan untuk menyanyikan lagu Happy Birthday atau Potong Kue. Tapi, untuk mendo’akannya langsung, mendengarkan do’anya, mengamininya dan membantu mengabulkan cita-citanya. Begitu ku tangkap sosok Kak Linda aku segera pamit padanya, “Aku izin pulang kak, Ibu hari ini ulang tahun” tanpa pertanyaan lebih detil Kak Linda pun mengiyakan, “Salam buat ibumu” pesannya. Singkat cerita sampailah aku di rumah. Hanya ada Ayah dan Ibu, sunyi sekali. Rumah kami sangat sederhana, tidak ada perubahan sedikitpun sejak aku pergi ke asrama. Teras yang tak berlantai. Dinding yang belum di cat, dan kesejukan yang selalu ramah menjumpai.   Aku suka rumah ini. Ngiiikk .... Pintu terbuka perlah

KUNCINYA “Serahkan Saja PadaNya”

Aku mulai lagi, memainkan jemari dengan indah memberikan setidaknya menit untuk bernafas. Otakku sesak sebenarnya, mulai mengaduh-aduh ketika kata demi kata meminta dikenal. “Aku letih!!” teriaknya mengeluh. “Sabarlah, aku masih membutuhkan ruang dalam ingatanmu. Aku janji setelah ini kita bermain main yah” hatiku mulai memparasimpatikkan nada nada yang bersahut sahutan. Kadang kita sering berperang dengan diri sendiri. Si otak mulai letih tapi hati tetap bersorak sorai menggemakan semangat, “Cayooo” katanya atau, “Kamu pasti bisa!!!” Intuisi kita berpengaruh besar sebenarnya pada apa yang kita pikirkan. Jika kita berprasangka baik tentunya sinyal positiflah yang otak kita tangkap. Justru sebaliknya ketika prasangka kita buruk maka hal negatiflah yang ditangkap. Khalifah Umar Bin Khattab pernh berkata “Raihlah ilmu dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar”. Letih memang, begitulah hakikatnya menuntut ilmu. Begitulah dasarnya belajar. Kesal karena sulit mem

PRIA LUSUH

Pakaiannya tak sebagus yang lain. Hanya sweater usang bekas abangnya beberapa tahun lalu. Pandangannya tejam, penuh penjagaan dan percaya diri, meski kadang langkahnya tak pasti. Ia terus berjalan. Aku bilang dia percaya diri. Sepercaya diri ketika dia mengatakan,”aku menyayangimu” padaku. Aku pikir dia main main, tapi hari itu dengan bermandikan keringat dan nafas naik-turun serta tatapan seolah mengharapkan aku pun merasakan hal yang sama, dia bilang ingin jadi yang terakhir. Hari itu dia lusuh sekali tapi aku tak peduli. Aku mengamatinya dari balik jendela, “Memang kamu sudah siap?” kata Abah padanya. “Insyaallah Bah, saya yakin dengan keputusan ini” Abah terhenyak sejenak, matanya mencoba menerawang pikiran pria kecil itu. Nampaknya ia makin tersudut. “Kasian Gifari” bisik Mba Elok ditelingaku, “Hmm biarkan saja Mba, salahnya sendiri nekad kemari” jauh dilubuk hati, sebenarnya aku menginginkan Gifari yang bersanding bersamaku dipelaminan. Oh Tuhan, aku bimbang.  

Kita Sampai disini Saja

  Zafir        : “ Apa maksudmu kita sampai di sini saja ?” Tita         : “ Aku gak bisa Zaf, entah kenapa perasaan ku mulai asam dan basa. Aku seperti kehilangan rasa Zaf. Mati.” Zafir       : “ Tapi kamu bilang kita akan menikah bukan? Aku sudah 4 tahun lebih menunggumu, lalu inikah jawabanmu? Aku jauh jauh datang dari Banda dan inikah jawabanmu?” Tita         : “ 4 tahun menunggu. Lucu sekali.   4 tahun tanpa komunikasi? 4 tahun tanpa kabar? Itu yang kau sebut   menunggu? Aku pikir sudah tidak ada lagi perasaan yang harus aku jaga sejak kau pergi   Zaf. Hari ini lucunya kau datang mengagetkanku. Taukah kau   Zaf aku mati rasa sejak kau putuskan untuk pergi 4 tahun lalu. Sejak kau pergi bahkan tanpa salam!” Zafir       :” Aku hanya mencoba menjaga hati Ta, aku tak mampu mengatakan cinta padamu saat itu. Aku tak kuat melihat bulir bulir hangat jatuh di kedua pipimu yang merona. Makannya aku memilih untuk pergi diam diam karena aku pun mencintaimu diam diam.” Tita

Abang Maafkan Aku

Abang Maafkan Aku Oleh : adik kecil paling mungil imut sedunia Syafa’atul Udzmah 21 Oktober 2012 Maaf aku pernah menulis ini padamu di buku harianku tahun lalu, saat kita belum berbaikan seperti sekarang ini. Simak baik baik buat temen-temen yang mungkin pernah bertengkar hebat dengan adik atau kakaknya. Pertengkaran itu akan menjadi lelucon ketika kalian saling memaafkan. Bahkan tak jarang kita malah bertanya,”kok dulu kita berantem yah?” dan sebab pertengkaran pun terlupakan begitu saja. Pertengkaran itu proses kecil untuk mengenal saudara masing-masing. Kadang pertengkaranlah yang membuat kita pada akhirnya dekat dan mengerti . 16 Oktober 2011 Gue mulai merapihkan beberapa buku pelajaran buat besok. Hari ini batin gue kembali teguncang, ya gimana engga. Entah apa yang ngebuat ****** berkali kali ngeluarin cambuk dari mulutnya. Bahkan adek kecil gue kena semprot. Gue cuma diem aja, ya.... gue udah janji ketika dia marah, gue akan ngisolasi mulut gue biar gak ng

Waspada ketika Hati Senang di Puji

"Iyyyh kamu cantik banget sih" "Aduh kamu pinter banget sih" Senang memang kadang di puji, hati merasa bangga dan puas. Seolah ada kepercayaan yang bertambah ketika si A atau si B memuja muji. Di puji memang nikmat, tapi di kala pujian menjadi kebiasaan, inilah yang harus kita waspadai. Hati bisa menjadi iri dan dengki ketika mendengar atau melihat orang yang biasa memuji kita malah memuji orang lain. Sikap senang di puji sangat merugikan diri sendiri. Sikap seperti ini bila di pelihara dan jadi kebiasaan bisa membuat kita tidak bersyukur, meremehkan orang lain, merasa hanya dirinya yang layak untuk di sanjung sanjung. Ada baiknya ketika seseorang memuji kita hindsarkan diri dari sikap berbangga hati atau puas. Ingatlah bahwa apa yang kita miliki hari ini, sepenuhnya bukanlah milik kita. Kecantika, kecerdasan., keahlian dan kelebihan yang lain hanyalah titipan sementara dari Pencipta Yang Maha Hebat. Ketika di puji, kembalikannlah pujian itu kepada Sang Pemi

Haruskah Turun ke Jalan?

19 0ktober 2012, 21.08 wib   Mungkin teman teman yang membaca artikel saya ini akan membantah atau banyak yang tidak setuju dengan pendapat saya. Beberapa hari lalu saya beserta teman teman kuliah ikut aksi yang di adakan oleh *** ** di depan ****** ******.   Pada hari itu banyak aksi yang di selenggarakan di beberapa tempat.   Termasuk di tempat yang kami targetkan sebelumnya. Kami pun terpaksa menuntut Pak Presiden dengan turun kejalan, lagi. Ada 7 tuntutan yang kami bawa hari itu. Tetang kasus korupsi, kemiskinan, pendidikan, HAM, ekonomi, pangan, dan kesehatan.  Kami kecewa dengan pemerintah. Manusiawi bukan? Siapa yang tidak kecewa dengan pemerintahan kita? 8 tahun sudah SBY-Budiono memerintah, tapi tidak ada perubahan yang signifikan. Nampak nya kicauan kami pada hari itu di abaikan begitu saja. Dan selalu seperti itu, bahkan aksi kami menuai paradigma negatif di mata sebagian masyarakat, ironi sekali. Padahal apa yang kami sampaikan baik. Kami membela rakyat ke