Ibu, selamat Ulang Tahun
Ibu, selamat ulang tahun
20 oktober 2012 ,08.52 WIB
Oleh : Adinda Syafa’atul Udzmah
Dingin menyentuh kalbu, rinai-rinai air langit nampaknya baru
saja berhenti bekerja. Aku tergopoh-gopoh tak sabar menemui Kak Linda, ketua
asrama kami. Hari ini Ibuku genap 46 tahun, Ayah menyuruhku pulang kerumah
bukan untuk menyanyikan lagu Happy Birthday atau Potong Kue. Tapi, untuk
mendo’akannya langsung, mendengarkan do’anya, mengamininya dan membantu mengabulkan
cita-citanya. Begitu ku tangkap sosok Kak Linda aku segera pamit padanya, “Aku
izin pulang kak, Ibu hari ini ulang tahun” tanpa pertanyaan lebih detil Kak
Linda pun mengiyakan, “Salam buat ibumu” pesannya.
Singkat cerita sampailah aku di rumah. Hanya ada Ayah dan
Ibu, sunyi sekali. Rumah kami sangat sederhana, tidak ada perubahan sedikitpun
sejak aku pergi ke asrama. Teras yang tak berlantai. Dinding yang belum di cat,
dan kesejukan yang selalu ramah menjumpai.
Aku suka rumah ini.
Ngiiikk ....
Pintu terbuka perlahan, “ Assalammu’alaikum” aku melongok,
tak kutemui satu orangpun di rumah. Tiba tiba sosok pria setengah abad muncul
dari balik tangga, “Sudah pulang kamu Ud” katanya dengan begitu halus, aku
rindu betul suaranya. Hati ku lepas melihatnya, airmataku mengembun namun
kutahan untuk jatuh. Aku menyayanginya. Sangat. Ia adalah orang ke empat yang
Rasulullah sebut untuk kita hormati. Orang yang kasih sayangnya membaur dalam
diam. Orang yang tak peduli meski matahari membakar kulitnya hingga hitam dan
tak memedulikan tiap peluh yang keluar dari epidermisnya. Iya, dia orang paling
tanguh di keluarga ini. Dia adalah ayahku. Aku masuk lalu menyium tangannya, ku
cium kedua pipinya yang tak lagi
kencang.
Aku tak mau menumpahkan airmataku, aku takut ia mengira aku tak betah
selama di asrama. Aku tak mau mengkhawatirkannya, sungguh. Bahkan saat ku
longok kantung yang tersisa hanya Tuanku Imam Bonjol atau Kapten Pattimura, aku
tak berani mengatakan padanya. Aku akan bilang ketika ayah bertanya. Satu-satunya
kebohongan yang aku lakukan padanya adalah mengatakan aku baik-baik saja,
jangan khawatir. Ayah tak lagi muda, aku tahu itu. Ia sering sakit-sakitan, kadang
aku menangis memikirkannya.
“Ibu lagi tidur, kita tunggu
Abang dan Mbak mu yah” aku mengiyakan, lalu segera menemui Ibu. Aku membuka
pintu kamarnya, sebenarnya aku tak mau mengganggu kenyamanan Ibu. Tapi, aku mau
mengecup pipinya dan mengucapkan selamat ulang tahun padanya, berterimakasih
atas keteguhan dan kesabarannya dalam menghadapi hidup. Sejak aku kecil, ibulah
yang banyak membanting tulang, sewaktu aku SD Ayah sempat di PHK. Ia bekerja
sebagai Guru Bahasa Inggris di salah satu sekolah swasta. Aku tak begitu tahu
kronologi ceritanya hingga saat ini.
Ku sentuh ibu perlahan, “Bu..ibu...” aku membangunkannya selmbut mungkin, tak ingin mengagetkannya. Ibu mulai membuka mata, “Ibu selamat ulang tahun” ujarku sembari menyium tangannya kemudian mengecup kedua pipinya, “iya terimakasih, kamu pulang sama siapa?” tanyanya, “Sendiri Bu, tadi aku naik ojek dari Tugu” rumahku cukup jauh dari jalan besar, hanya ada angkutan kota sampai jam 5 sore yang melewati gang rumahku, lewat pukul itu aku harus naik ojek. Rumahku masih di regional kota Depok, Jawa Barat. Tepatnya di Kampung Prigi, berada di pingir kota Depok, mendekati perbatasan kota Hujan. Wilayah kami masih asri, tak banyak perumahan di sini. Hanya bangunan bangunan yang sedang di rekonstruksi. Mungkin 2 atau 3 tahun lagi akan terjadi perubahan. Tapi, aku lebih suka suasana pedesaan yang jauh dari hiruk pikuk Kota serta ketidak pedulian.
Ku sentuh ibu perlahan, “Bu..ibu...” aku membangunkannya selmbut mungkin, tak ingin mengagetkannya. Ibu mulai membuka mata, “Ibu selamat ulang tahun” ujarku sembari menyium tangannya kemudian mengecup kedua pipinya, “iya terimakasih, kamu pulang sama siapa?” tanyanya, “Sendiri Bu, tadi aku naik ojek dari Tugu” rumahku cukup jauh dari jalan besar, hanya ada angkutan kota sampai jam 5 sore yang melewati gang rumahku, lewat pukul itu aku harus naik ojek. Rumahku masih di regional kota Depok, Jawa Barat. Tepatnya di Kampung Prigi, berada di pingir kota Depok, mendekati perbatasan kota Hujan. Wilayah kami masih asri, tak banyak perumahan di sini. Hanya bangunan bangunan yang sedang di rekonstruksi. Mungkin 2 atau 3 tahun lagi akan terjadi perubahan. Tapi, aku lebih suka suasana pedesaan yang jauh dari hiruk pikuk Kota serta ketidak pedulian.
Jam menunjukkan pukul 22.30 wib,
satu setengah jam lagi hari berganti. Aku sudah duduk rapih di samping Mbak ku,
Ayah, Abang, si Bungsu dan Ibu. Kami duduk melingkar, di tengah ada kue ulang
tahun. Baru kali ini Ayah membelikannya untuk Ibu, bukan karena mengikuti
budaya barat. Hanya saja kue ulang tahun adalah hal sederhana yang bisa ia
berikan.
Ayah menyuruhku membuka acara mungil ini, di lanjut tilawah oleh Mbak ku, kemudian Ucapan dan harapan dari Abang perwakilan dari anak-anak, sedikit tausyiah dari Ayah dan terakhir harapan dan do’a Ibu, “Alhamdulillah Ibu masih di beri umur dan kesehatan oleh Allah. Selama 46 tahun hidup, ibu sudah mengalami pahit, asam, dan manisnya kehidupan. Pendidikan ibu hanya sampai di bangku Aliyah, anak-anak Ibu harus bisa lebih dari Ibu. Alhamdulillah Allah masih memberikan kesabaran dan ketabahan yang luar biasa, sehingga ibu tidak pernah putus harapan. Selalu ada jalan untuk mereka yang mau berusaha, dan jangan pernah remehkan kekuatan do’a. Allah tau batas kemampuan kita nak, Allah tidak akan memberimu ujian sebesar itu jika Ia tau kamu tidak mampu. Karena Allah tahu kamu mampu, maka Ia memberimu cobaan sebesar itu. Hanya keluhan kitalah yang membuat kita berat menghadapinya. Usia ibu makin berkurang, jadilah anak-anak yang soleh dan solehah. Karena salah satu tiga amalan yang tak pernah putus adalah do’a anak yang soleh. Ibu harap anak-anak ibu bisa menjadi penolong bagi ibu di hari akhir nanti. Do’akan ibu agar diberi kesehatan dan umur panjang yang bermanfaat hingga kelak bisa melihat kalian menikah” kedua bola mataku lekat menatap ibu, tiap aku melihat kedua orang tuaku, selalu terselip harapan besar di mata mereka. Merekalah yang membuat aku bertahan, merekalah alasan kenapa aku terus membangun mimpi-mimpiku.
Ayah menyuruhku membuka acara mungil ini, di lanjut tilawah oleh Mbak ku, kemudian Ucapan dan harapan dari Abang perwakilan dari anak-anak, sedikit tausyiah dari Ayah dan terakhir harapan dan do’a Ibu, “Alhamdulillah Ibu masih di beri umur dan kesehatan oleh Allah. Selama 46 tahun hidup, ibu sudah mengalami pahit, asam, dan manisnya kehidupan. Pendidikan ibu hanya sampai di bangku Aliyah, anak-anak Ibu harus bisa lebih dari Ibu. Alhamdulillah Allah masih memberikan kesabaran dan ketabahan yang luar biasa, sehingga ibu tidak pernah putus harapan. Selalu ada jalan untuk mereka yang mau berusaha, dan jangan pernah remehkan kekuatan do’a. Allah tau batas kemampuan kita nak, Allah tidak akan memberimu ujian sebesar itu jika Ia tau kamu tidak mampu. Karena Allah tahu kamu mampu, maka Ia memberimu cobaan sebesar itu. Hanya keluhan kitalah yang membuat kita berat menghadapinya. Usia ibu makin berkurang, jadilah anak-anak yang soleh dan solehah. Karena salah satu tiga amalan yang tak pernah putus adalah do’a anak yang soleh. Ibu harap anak-anak ibu bisa menjadi penolong bagi ibu di hari akhir nanti. Do’akan ibu agar diberi kesehatan dan umur panjang yang bermanfaat hingga kelak bisa melihat kalian menikah” kedua bola mataku lekat menatap ibu, tiap aku melihat kedua orang tuaku, selalu terselip harapan besar di mata mereka. Merekalah yang membuat aku bertahan, merekalah alasan kenapa aku terus membangun mimpi-mimpiku.
Ibu, selagi Allah memberiku kesempatan untuk bernafas. Aku akan
terus berusaha menjadi anak yang
berbakti padamu, meski aku tahu selalu ada cacat didalamnya.
Ibu..
Selagi Allah memberiku umur, aku ingin mempersembahkan Surat
Cinta Sang Khaliq untukmu. Karena aku tak pernah tahu bu, kapan tepatnya Allah
memberi nafas terakhir untukku. Aku ingin menghadiahkan hal yang akan
bermanfaat bagimu di hari pembalasan nanti sebelum Izrail menjemputku.
Ibu....
Maafkan aku sering menghujanimu dengan kata-kata yang
menyakitkan. Aku memang belum pantas di sebut anak solehah bu, entah sampai
kapan. Aku harap bisa segera melepaskan label durhaka dari tubuhku.
Ya Allah , jagalah ibuku ketika aku tak mampu menjaganya.
0 Response to "Ibu, selamat Ulang Tahun"
Post a Comment