“Indonesia : Potensi Zakat Terbesar Dunia”



Tidak di pungkiri sejak syariat islam menyentuh Sektor Ekonomi Indonesia pada awal tahun 1992. Kala itu berdiri sebuah Bank Syariah pertama di Indonesia yang berhasil melalui masa krisis ekonomi pada rezim Soeharto tahun 1998. Syariah semakin mendapat respon positif di tandai dengan meningkatnya BUS (Bank Umum Syariah) pada tahun 2010 menjadi 11 BUS dan di lanjut dengan peningkatan UUS menjadi 24 UUS pada tahun 2011. (Data Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia). Hal ini menandakan bahwa masyarakat merespon secara positif terhadap kehadiran Syariat Islam di Indonesia dari segi Ekonomi.
Imam Syahid Hasan Al-Banna mengemukakan: “Islam adalah sistem yang syamil ‘menyeluruh’ mencakup semua aspek kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan umat, moral dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu pengetahuan dan hukum, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran. Sebagaimana juga ia adalah aqidah yang murni dan ibadah yang benar, tidak kurang tidak lebih.”
Tidak di pungkiri bahwa Islam adalah agama yang bersifat universal atau menyeluruh (Syumuliyah) yakni Islam mampu mencakup segala aspek kehidupan manusia. Mulai dari masalah sosial, budaya, ekonomi, politik, teknologi dan lainnya.  Hanya Islam yang mampu mengatur urusan manusia dari bangun sampai kembali tidur. Namun, sayangnya masih banyak yang menganggap Islam hanyalah sebuah kegiatan spiritual semata. Sehingga, tumbuhlah paham-paham plural yang merusak pemikiran dengan memisahkan ruh dan jiwa manusia itu sendiri. Kegagalan Sistem Ekonomi Kapitalis akhirnya mampu membuka mata hati manusia bahwa ada kesalahan dengan sistem yang selama ini mereka agung-agungkan. Maka, ketika manusia tidak menemukan jalan dalam kesesatan yang selama ini mereka yakini benar. Sejauh apapun manusia melangkah dalam kesesatan pada akhirnya ia harus kembali pulang menuju jalan yang benar, yakni Syariat Islam.
Semakin banyak yang menyadari bahwa Syariat Islam bermanfaat untuk kehidupan manusia, hal ini berdampak positif bagi perkembangan ekonomi syariah. Potensi ekonomi syariah sangat besar untuk berkembang di Indonesia. Bahkan bila Indonesia mampu untuk mengambil peluang ini. Dalam kurun waktu yang cepat tidak mustahil Indonesia mampu menjadi Pusat Perkembangan Ekonomi Syariah Dunia. Alasan pertama ialah mayoritas penganut agama Islam di dunia terdapat di Indonesia. Kedua, dilihat dari sisi geografis Indonesia. Wilayah Indonesia sangat strategis sebagai jalur keluar masuknya perdagangan antar negara. Maka potensi perdagangan di Indonesia pun sangat besar. Ketiga, Indonesia memiliki Sumber Daya Alam yang di butuhkan oleh seluruh negara di dunia. Hal ini mampu di buktikan dengan tujuan utama Belanda menjajah Indonesia tidak lain untuk mengambil rempah-rempah. Potensi yang besar akan menghasilkan produktivitas yang tinggi bila di dukung dengan sumber daya manusia yang berkualitas.
Ekonomi Syariah sudah lebih dulu di terapkan di Inggris dengan latar belakang penduduk non-muslim. Disusul dengan Malaysia negara tetangga kita yang kini menjadi pusat perkembangan ekonomi syariah di Asia Tenggara. Sebagai salah satu penganut agama Islam terbesar di dunia, hal ini merupakan pukulan keras bagi Indonesia. Hal tersebut haruslah memicu semangat bangsa untuk meningkatkan ekonomi syariah di Indonesia. Terlebih negara ini kaya dengan segala sumber daya alam yang hanya mampu ditemui di Indonesia. Tidak hanya itu, bahkan tempat-tempat wisata di Indonesia seperti Pantai Senggigi, Bali, Mataram, Taman Laut Bunaken dan lainnya termasuk kedalam tempat wisata yang di minati oleh wisatawan mancanegara. Hal tersebut merupakan peluang yang besar bila kita menyadarinya dan bertindak cepat untuk mengembangkan serta meningkatkan potensi tersebut.
Jika kita mentadaburi firman Allah dalam Surat Q.S Al-Baqarah 276-281 tentang penghalalan jual-beli dan pengharaman riba serta perintah untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Maka, ada beberapa sektor perekonomian yang bisa di kembangkan. Salah satunya adalah sektor zakat, infak serta sedekah.
Kita semua tahu bahwa zakat bersifat wajib dan memaksa bagi mereka yang telah memenuhi syarat untuk berzakat. Bahkan pada zaman khalifah Umar Bin Khattab, ia hendak memerangi siapa saja yang tidak mau membayar zakat. Selain untuk mensucikan hati dan harta zakat berfungsi sebagai pundi-pundi perekonomian suatu bangsa. Penyaluran dana zakat yang merata akan meleburkan kesenjangan sosial di masyarakat serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat menengah kebawah. Pengelolaan zakat yang baik bisa kita lihat di beberapa negara diantaranya, Malaysia, Pakistan, Brunei Darussalam dan sebagainya.
Shirazi (1996) menyimpulkan bahwa program zakat di Pakistan mampu menurunkan kesenjangan kemiskinan dari 11,2 persen menjadi 8 persen. Shirazi juga menemukan bahwa 38 persen rumah tangga Pakistan hidup dengan pendapatan di bawah garis kemiskinan versi pemerintah. Namun angka tersebut akan naik menjadi 38,7 persen jika transfer zakat tidak dilakukan. Patmawati (2006) juga mencoba untuk menganalisa peran zakat dalam mengurangi angka kemiskinan dan kesenjangan pendapatan di Malaysia. Dengan mengambil sampel negara bagian Selangor, Patmawati menemukan bahwa zakat memiliki pengaruh dalam mengurangi tingkat kemiskinan dan mempersempit kesenjangan pendapatan masyarakat. Ini menunjukkan bahwa pengelolaan zakat yang baik dan terencana mampu mengentaskan kemiskinan, paling tidak menguranginya.
Berdasarkan hasil riset BAZNAS dan IPB potensi zakat di Indonesia mampu mencapai 217 Trilliun pertahun, namun pencapaian zakat di Indonesia hanya mencapai 1% pertahun (2010). Indonesia memiliki potensi zakat terbesar, sebenarnya. Edukasi yang minim mengenai zakat, infak maupun sedekah menjadi hambatan dalam pengumpulan ziswaf itu sendiri. Hal itu pula membuat masyarakat kebingungan untuk mendistribusikan zakat sehingga masih banyak masyarakat yang memilih untuk mendistribusikannya secara pribadi daripada menyalurkannya terlebih dahulu ke suatu lembaga.
Dalam pengembangan dan peningkatan ziswaf di Indonesia di perlukan edukasi yang luas dan terus-menerus. Misalnya iklan di media cetak maupun elektronik, membuat film singkat tentang ziswaf. Selain itu diperlukan SDM yang berkualitas. Yakni mengerti betul masalah tentang zakat, bagaimana cara mendistribusikannya. Sehingga masyarakat pun pada akhirnya lebih memilih untuk menyerahkan ziswafnya kepada lembaga dari pada mengelolanya sendiri. Penyaluran tepat sasaran dan pembinaan berkelanjutan akan menghasilkan “produk-produk” ziswaf yang mampu meningkatkan rasa percaya dari masyarakat. Penyaluran zakat bisa dilakuakan untuk kegiatan produktif maupun konsumtif, pemberian beasiswa kepada masyarakat yang kurang mampu maupun berprestasi.
Dalam hal ini peran pemerintah tentunya sangat penting dalam pengembangan ziswaf di Indonesia. Beberapa negara yang telah menerapkan sistem zakat. Zakat sendiri di kelola oleh pemerintah lansung bahkan di pegang oleh kementrian. Berbeda halnya dengan di Indonesia dimana zakat masih dikelola oleh badan non struktural pemerintah. Bila publikasi zakat dilakukan secara masif tentu bukan lagi mimpi bila Indonesia menjadi Pusat Ekonomi Syariah di Dunia. Waullahu a’lam.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "“Indonesia : Potensi Zakat Terbesar Dunia”"

Post a Comment