DILEMA PARA PENYUKA GAMBAR



Menggambar adalah aktivitas yang banyak di gemari oleh setiap kalangan. Tak hanya anak-anak, remaja bahkan orang dewasapun menyukai aktivitas itu.
Setiap orang bisa mengekspresikan apa yang ia rasakan melalui sebuah gambar. Sebab, tak sedikit orang yang berpikir bahwa mengekspresikan perasaan melalui tulisan lebih menyulitkan dari pada mengekpresikannya dalam sebuah gambar.
Pada zaman Yunani Kuno sejarah banyak di ceritakan melalui simbol-simbol. Simbol-simbol tersebut bukanlah sebuah tulisan. Melainkan sebuah gambar. Satu simbol atau gambar mampu mendeskripsikan banyak hal.
Namun, aktivitas yang banyak di gemari ini, ternyata menghadirkan perdebatan zhahir maupun batin. Khususnya untuk para penyuka gambar dari kalangan muslim.
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الَّذِينَ يَصْنَعُونَ هَذِهِ الصُّوَرَ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ

“Sesungguhnya mereka yang membuat gambar-gambar akan disiksa pada hari kiamat. Akan dikatakan kepada mereka, “Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan.” (HR. Al-Bukhari no. 5961 dan Muslim no. 5535)
Dalam riwayat Muslim:
أَنَّهَا نَصَبَتْ سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَنَزَعَهُ ، قَالَتْ : فَقَطَعْتُهُ وِسَادَتَيْنِ

“Dia (Aisyah) memasang tirai yang padanya terdapat gambar-gambar, maka Rasulullah masuk lalu mencabutnya. Dia berkata, “Maka saya memotong tirai tersebut lalu saya membuat dua bantal darinya.”
Hadis ini mengatakan bahwa setiap gambar yang menyerupai manusia akan meminta nyawa untuk di hidupkan di akhirat kelak. Hal ini tentulah membuat hati siapapun resah, gundah bahkan ingin saja melepas hobi tersebut. Ya, tak ada orang yang mampu memberi atau menghidupkan sesuatu.
Kita tahu bahwa perkembangan zaman tak luput dari majunya kreatifitas manusia. Kreatifitaslah yang melahirkan kecanggihan teknologi. Sehingga, teknologi ini berdampak pada budaya sosial masyarakat. Termasuk, mempengaruhi strategi penyebaran dakwah.
Strategi penyebaran dakwah kini tak hanya hadir dalam sebuah tulisan, khutbah-khutbah di hari jum’at atau melalui lingkaran-lingkaran di serambi masjid. Perkembangan teknologi telah mempengaruhi semua itu. Termasuk, cara seseorang untuk menerima pesan dakwah. Ketika tulisan membosankan, hadirlah tulisan-tulisan dengan sebuah ilustrasi gambar. ketika film terlihat membosankan, hadirlah kartun-kartun dakwah. Ya, itu adalah akibat dari kreatifitas manusia. Lantas bagaimanakah menyikapi semua ini?
Beberapa ulama sepakat bahwa menggambar di perbolehkan dengan dua pengecualian :
Pertama, menggambar untuk disembah selain Allah. Sebab, penyembahan terhadap gambar terjadi pada zaman Nabi Nuh, dimana mereka menggambar orang soleh yang telah meninggal. Lalu, lambat laun menyembah gambar-gambar tersebut.
Hal ini berdasarkan hadist Aisyah radhiallahu anha dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda tentang gambar-gambar yang ada di gereja Habasyah:

إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلكَ الصُّوَرَ فَأُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Mereka (ahli kitab), jika ada seorang yang saleh di antara mereka meninggal, mereka membangun masjid di atas kuburnya dan mereka menggambar gambar-gambar itu padanya. Merekalah makhluk yang paling jelek di sisi Allah pada hari kiamat.”
(HR. Al-Bukhari no. 427 dan Muslim no. 528)

Kedua, dia di agungkan dan dimuliakan dengan cara dipasang atau digantung. Hal tersebut mampu membawa manusia pada kesyirikan. Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata dalam Al-Qaul Al-Mufid (3/213), “ Alasan disebutkannya kuburan bersama dengan gambar adalah karena keduanya bisa menjadi sarana menuju kesyirikan. Karena, asal kesyirikan pada kaum Nuh adalah tatkala mereka menggambar-gambar orang-orang saleh, dan setelah berlalu masa yang lama merekapun menyembahnya.”
Top of Fo
\



Dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah (1/455) disebutkan, “Karena gambar bisa menjadi sarana menuju kesyirikan, seperti pada gambar para pembesar dan orang-orang saleh. Atau bisa juga menjadi sarana terbukanya pintu-pintu fitnah, seperti pada gambar-gambar wanita cantik, pemain film lelaki dan wanita, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang.”
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa menggambar selama untuk sarana kebaikan diperbolehkan. Asal tidak mengandung dua unsur yang telah disebutkan diatas. Apabila gambar-gambar tersebut di agung-angungkan dan membuat yang melihat maupun membuatnya lupa kepada Allah. Tentulah, hal tersebut tidak diperbolehkan. Wallahu’alam.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "DILEMA PARA PENYUKA GAMBAR"

Post a Comment