Ifa dan Putera Mahkota dari Kerajaan Alas #PART2
Aku
masuk ke sebuah rumah yang tidak terlalu besar. Namun, cukup untuk dihuni oleh
dua sampai tiga orang. Atapnya hanya terbuat dari bambu yang berhasil dirakit
sedemikian rupa. Dinding kamar, ruang tamu dan ruangan lainnya tersekat dengan
anyaman bambu yang rapih. Sederhana sekali. Aku tak sabar bertemu dengan
ibunya. Ia seorang laki-laki yang hanya tinggal dengan Ibunya.
“Maaf,
rumahku mungkin tak senyaman rumahmu” ujarnya.
“Aku
lupa, tadi namamu siapa?” tanyanya. Aku hampir lupa sejauh ini aku belum
mengetahui siapa nama pemuda yang sedari tadi aku ajak bicara.
“Aku
Ifa, Latifah tepatnya” aku mengulang kembali namaku.
“Aku
Amad Mude. Kau bisa memanggilku Amad” ia menyuguhkan secangkir air. Aku menelan
ludah ketika mengetahui namanya. Bukankah
ia Putera Mahkota, tanyaku dalam hati.
“Aku
akan memanggilmu Amad, bagaimana?”
“Boleh
saja” jawabnya.
Tak
lama, seorang wanita paruh baya muncul di depan pintu rumah.
“Amad?
Siapa wanita itu?” ia melihatku dengan wajah heran dan cemas. Bola matanya tak
berhenti memandangiku dari atas sampai bawah lalu kembali lagi ke atas. Aku
menghampiri wanita di hadapanku. Memberinya salam sambil mengecup tangannya.
Aku
melempar senyum, berharap ia membalas hal yang sama. Amad Mude buru-buru
menjelaskan apa yang terjadi kepada Ibunya. Aku tahu, Amad sangat
mengkhawatirkan hal ini. Tak arif sekali rasanya bila ada seorang wanita asing
yang berlama-lama di rumah seorang pria. Apa kata orang? Mungkin itulah yang
ada dibenak Ibu Amad.
Ibu
Amad menghampiriku, “Kamu harus pulang Cah Ayu” Ibu itu mengelus kedua pipiku,
“Rumahku ada dimasa depan Ibu, aku tak tahu bagaimana caranya untuk pulang” aku
memegang kedua tangannya yang mulai keriput. Ia menatapku dengan belas kasihan.
Ia menatapku antara percaya dan tidak, namun melihat pakaian yang kukenakan ia
mulai mempercayaiku.
***
Amad
Mude adalah seorang Putera Mahkota. Ia adalah Putera dari Raja dan Permaisuri
Kerajaan Alas. Kerajaan itu terletak di Nanggroe Aceh Darussalam. Sudah lama
sang Raja dan Permaisuri mengidam-idamkan seorang anak. Raja dan permaisuri
sudah melakukan berbagai cara untuk mendapatkan buah hati. Mulai dari berpuasa,
melakukan berbagai macam ritual, memanggil tabib dan cara apa pun telah mereka
berdua lakukan. Namun, anak yang mereka nanti tak kunjung hadir.
Suatu
hari di tengah malam yang panjang Sang Raja berdo’a, “ Ya Tuhan, hadiahkanlah
pada hamba seorang anak. Meski hamba tak bisa merasakan nikmatnya menjadi
seorang Ayah” dengan airmata yang mengalir Sang Raja terus mengulang-ulang do’a
itu tiap malam. Mendengar hal itu Sang Permaisuri pun tak kuasa menahan tangis.
Bulan
demi bulan akhirnya berlalu. Do’a Sang Raja terjawab sudah, kini Permaisuri
telah mengandung. Dalam rahimnya, terdapat sebuah janin yang sehat. Janin yang
sedang diperjuangkan untuk menginjakkan kaki di dunia. Dialah Putera Mahkota
Amad Mude.
Setelah
Putera Mahkota Amad Mude lahir. Sang Raja mengundang seluruh makhluk yang ada
di Kerajaan Alas. Tak hanya dari kalangan manusia, seluruh binatang pun turut
hadir untuk merayakan kelahiran Putera Mahkota. Sang Raja memberikan nama Amad
Mude kepada puteranya.
Beberapa
bulan kemudian, Raja jatuh sakit dan meninggal. Seluruh penduduk Kerajaan Alas
sangat sedih mendengar hal itu. Saat itu, Putera Mahkota Amad Mude masih
terlalu kecil untuk memimpin, akhirnya kekuasaan sementara jatuh kepada
Pamannya. Karena sifatnya yang serakah, ia mengusir Putera Mahkota Amad Mude
dan ibunya kehutan. Ia ingin selamanya menduduki tahta kerajaan.
Kini,
Amad Mude tumbuh dewasa dan tampan. Pria dalam dongeng yang hanya bisa ku
bayangkan, kini ada di hadapanku. Hari ini kami pergi ke sungai. Ibu Amad Mude
sudah kehabisan bahan makanan. Jadi, kami memutuskan untuk memancing. Ia
memegang bambu runcing dengan tangan kanannya.
“Kalau
benar kau datang dari masa depan. Tentu kau tahu apa yang telah terjadi di masa
lalu. Ya kan?” Amad Mude membuka pembicaraan pagi ini. Ia membidik ikan ikan
yang berlarian dengan tombaknya yang runcing dan mendapati seekor ikan yang
cukup besar. Ikan itu di taruh dalam wadah beranyam bambu di samping kami.
“Ya,
tentu saja” jawabku singkat.
“Kau
bilang, kau juga terjebak dalam sebuah buku. Apa yang di ceritakan dalam buku
itu?”
“Cerita
dalam buku itu mengajarkanku untuk tetap berbuat baik terhadap orang yang telah
berbuat jahat kepada kita. Karena kejahatan akan dikalahkan oleh kebaikan ” aku
menawap awan yang berarak di langit biru.
“Sepertinya
cerita yang bagus” ia menimpali dengan positif.
“Kurasa
ikan-ikan yang kita pancing sudah cukup. Mari kita pulang” ia mengangkat
beberapa ekor ikan hasil pancingan kami.
***
Sesampainya
di rumah. Ibu memotong ikan secukupnya untuk kami. Ibu kesulitan memotong
ikan-ikan tersebut. Aku juga merasa ada yang mengganjal isi perut ikan ini.
Begitu aku berhasil membelah perutnya. Kilauan emas keluar dari perut ikan ini.
“Emas!
Ini adalah emas bu” seruku dengan gembira. Ibu mengembangkan senyumnya. “Kalian
bisa menjual sebagian emas dan ikan ini ke pasar. Lalu, membangun rumah yang
lebih layak huni untuk kalian berdua” tukasku dengan semangat. Putera Mahkota
Amad Mude pun segera menjual emas dan ikan-ikan yang telah dibersihkan tadi
kepasar.
Akhirnya,
berbulan-bulan kami pergi memancing ikan. Seperti biasa, sebagian ikan untuk
kami makan dan sebagian lainnya kami jual ke pasar. Kondisi perekonomian Amad
Mude dan ibunya membaik. Ia membangun rumah yang indah di tengah hutan. Amad
Mude dan ibunya menjadi saudagar yang terkenal. Ketenaran mereka terdengar
hingga Kerajaan Alas. Lalu, sampailah berita ini ketelinga Sang Raja, yakni
Pamannya sendiri. Ia tidak senang mendengar berita itu. Ia pun berencana untuk
menyingkirkan mereka berdua.
Kemudian,
Amad Mude mendapat surat perintah dari kerajaan. Pamannya meminta Amad Mude dan
Ibunya untuk tinggal kembali di Kerajaan. Namun, dengan syarat Putera Mahkota
Amad Mude harus bisa membawakan Kelapa Gading sebagai obat untuk istrinya yang
sedang sakit. Jika tidak, mati adalah hukumannya.
“Tempat
itu sangat berbahaya Nak, hanya kamu satu-satunya harta paling berharga yang
Ibu miliki. Kita sudah hidup nyaman disini, Ibu sudah tak menginginkan hidup
disana lagi” Ibu menangis sejadi-jadinya hingga matanya bengkak karena terlalu
banyak mengeluarkan airmata.
“Ibu,
istri paman sedang sakit. Ia juga berbaik hati untuk mengajak kita tinggal di
Istana. Di sana adalah tempat kita bu” Amad Mude berusaha membujuk Ibunya.
“Aku
akan baik-baik saja Bu. Istri paman mungkin sedang sekarat sekarang. Paman
adalah saudara terdekat kita. Tak peduli seburuk apapun perlakuan paman dulu,
kita harus membantunya” Amad Mude mengusap airmata yang mengalir sedari tadi di
pipi Ibunya.
Aku
ikut-ikutan menangis melihat tingkah laku mereka berdua.
0 Response to "Ifa dan Putera Mahkota dari Kerajaan Alas #PART2"
Post a Comment