Wanita Bernama Mey (Part 1)
Rasanya ada benda besar yang
masuk ke dadaku. Benda itu membuatku sulit bernafas. Sesak sekali rasanya.
Butir-butir hangatpun mulai menyembul dari sudut mataku.
“Kita gak bisa
ngelanjutin hubungan ini Mey. Aku masih muda, gak pernah tuh tersirat di pikiran aku untuk serius sama kamu” aku masih
menahan sesak, sulit rasanya berbicara dalam kondisi begini. Aku menghindari
diri untuk menangis di hadapannya. Aku wanita kuat! Ya, tak pantas menangis di
hadapan pria kekanakan seperti dia.
“John,
aku mau menjalin hubungan lebih serius. Bukan cuma sekedar pergi di malam
minggu, jemput dan antar ke kantor tiap hari. Lebih dari itu John” Ujarku.
“Kita
udahan aja kalau kamu cuma mau hubungan ini sekedar permainan” sambungku lagi,
seraya mengalungkan tas di pundak.
“Fine! it’s over Mey!” John sama sekali
tak peduli. Ku tinggalkan ia dengan segelas mocca di tangannya. Ia tak mengejar
ketika aku pergi. Bahkan mencegahpun tidak.
Aku
sudah menjalin hubungan selama 3 tahun bersama John. Sejak kami duduk di bangku
kuliah. Seiring berjalannya waktu, aku
sangat bosan dengan ketidakpastian dalam hubungan ini. Sebagian besar
teman-temanku sudah menikah. Sedangkan aku? Masih terikat dengan sebuah
permainan. Yang tak tentu akhirnya.
Hari
ini tepat 3 tahun kami pacaran. Seperti biasa kami selalu merayakannya, John
membawaku ketempat favorit kami. Tempat pertama kali John menyatakan cintanya
padaku dulu. Namun, tepat di tahun ke 3 inilah hubungan kami usai. Aku hanya
meminta John untuk serius kepadaku. Kita sudah 3 tahun pacaran, sudah sama-sama
bekerja. Toh aku juga ingin memiliki
keluarga kecil yang harmonis, bersama John tentunya. Namun, nyatanya takdir
berkata lain. Jawaban John hari ini, cukup membuktikan bahwa memang ia hanya
bermain-main. Tak ada niat untuk serius. Tuhan... aku harap John berubah
pikiran.
***
Aku
masih dirundungi kelam, sesekali meyeka airmata. Sudah seminggu sejak kami
putus John tidak menghubungiku sama sekali. Aku kira sehari setelah kejadian
itu, John akan meneleponku dan meminta maaf padaku. Namun, nyatanya semakin
berharap ia berubah pikiran semakin menyakiti perasaanku.
Secangkir
strawberry dan sebatang cokelat menemai ku siang ini. Beberapa deadline harus
aku selesaikan segera. Aku bekerja sebagai desainer di salah satu perusahaan
swasta terkemuka di Indonesia. Profesi yang sangat membutuhkan mood baik, namun mood ku sedang sangat kacau. Selama seminggu, beberapa desainku
mendapat komplain dan kritik pedas.
“Kamu mikirin
apa sih Mey? Gak biasanya, pekerjaan kamu seminggu terakhir ini kacau” Ujar
Alya teman sekantorku.
“Ada masalah
sama John?” tanyanya menyelidik, sembari mengangkat wajahku yang tertunduk
lesu.
“Kalau punya
masalah cerita dong Mey” ujarnya lagi pelan. Aku masih diam, tak mau angkat
bicara.
Alya memang
sahabatku yang paling perhatian. Ia sangat dewasa, di tengah modernisasi
seperti ini ia tetap percaya diri mengenakan jilbab panjang dan rok sehari-hari.
Sedangkan aku, belum pernah terpikir untuk berjilbab.
Aku menenggelamkan wajah di pundak Alya.
Airmataku membasahi jilbabnya yang terurai panjang. Sungguh, tak bisa memikul
pedih ini sendirian.
“Aku putus
sama John Al” jawabku dengan terbata-bata di iringi isak tangis. Alya tak
bertanya banyak, ia sangat tahu keinginanku untuk serius dengan John. Ia hanya
mengusap air mataku, mengelus pundakku dan menguatkan ku, “Mungkin John memang
bukan pria yang tepat Mey buat kamu. Yakin deh, pria baik-baik gak suka bermain-main”
***
“Mey udah tahu
belum kalo Bu Aira, manajer kita bakal di ganti minggu depan?” Tanya Alya
padaku.
Aku
mengelengkan kepala sambil menyeruput cokelat hangat pagi ini. “Ih belepotan
nih minumnya” Alya mengelap bibirku dengan tissu yang tergeletak di meja.
“Makasih ya
Al” Alya tersenyum manis sambil menggelengkan kepala. “Emang Bu Aira mau
diganti sama siapa Al?” tanyaku penasaran.
“Namanya Pak Rico. Masih muda Mey, Cuma 3
tahun di atas kita. tapi, pengalamannya luar biasa” Alya memincingkan matanya
padaku.
“Belum nikah loh Mey” Alya tersenyum meledek,
“Maksudnya apa nih Al?” tanyaku
pura-pura tak paham.
“Ya..
siapa tahu aja jodoh Mey” Ledeknya sambil berlalu keluar ruangan.
.......bersambung......
0 Response to "Wanita Bernama Mey (Part 1)"
Post a Comment