Si Pedang Malam
Matanya
menerawang jauh. Tak ada gentar, padahal kematian menghadang di depan mata. Ia
bisa saja di jemput Izrail dalam usia semuda itu. Tak ada takut. Tak ada
langkah ingin mundur. Demi menyebarkan panji Illahi. Demi sebuah keyakinan
bahwa Allah akan menyelamatkan hamba yang menolong agama-Nya.
Suara
terompet terdengar, tanda perang segera dimulai. Hari itu pemuda berumur 21
tahun mempimpin 250ribu pasukan menuju Benteng Heraklius. Pemuda yang dimaksud
oleh Rasulullah beberapa ratus tahun yang lalu. Sulaman do’a yang jadi nyata. Lalu
bertransformasi menjadi sejarah.
Sekali
lagi, usianya begitu muda. Ia menunggang kuda dengan gagah melawan musuh-musuh
Allah. Sekali lagi, usianya begitu muda. Mempimpim peperangan selama 54 hari. Takbir ia layangkan berkali-kali,
ribuan kali melebihi jumlah pasukannya. Ia tak gentar! Banyak yang jihad dan
berguguran. Gagal pada serangan pertama bukan ancaman baginya. Ia tengadahkan
tangan pada Allah. Dengan rendah diri dan bercucuran airmata memohon kemenangan
untuk agama-Nya.
Untuk
kesekian kali, usianya begitu muda. Pria luar biasa berumur 21 tahun yang
dimaksud Rasulullah kala itu. Dengan rahmat Allah, di tangannya-lah ia
menghancurkan tembok besar Byzantinum. Ialah si Pedang Malam, Muhammad
Al-Fatih.
Siapa
yang tak terinspirasi bila mendengar kisah tentang Muhammad Al-Fatih? Bila tak
mengeluarkan decak kagum, tentulah bulu roma yang berdiri tegak. Ialah pemuda
yang turut berkontribusi besar dalam membangun peradaban. Bila Muhammad Al
Fatih dalam usia 21 tahun mampu memberikan Konstantinopel berupa nafas Islam.
Lalu, apa yang sudah kita berikan untuk agama kita hari ini? Mari renungkan.
Peradaban
seperti apa yang ingin kita bangun? Renungkan kembali.
Saya
sempat termenung sejenak ketika mendapati pertanyaan seperti itu di benak saya.
Bagaimana bisa? Pertanyaan itu
berkali-kali terulang di kepala saya. Bagaimana
bisa?bagaimana caranya! Hebat! Bisakah saya juga seperti dia? Menapaki pula
jejak Rasulullah yang mampu memberikan risalah dan manfaat hingga berabad-abad
lamanya. Jasadnya sudah tak ada. Namun, begitu dahsyat manfaat yang ia berikan
selama hidupnya.
Mereka
adalah pemuda-pemuda yang tak pernah jauh dari Allah. Itu saja. mereka selalu menaati perintah Allah,
menjauhi larangan-Nya. Itu saja. Tapi, itulah yang tersulit bagi seluruh
manusia. Mereka pemuda yang tak pernah lelah bangun di sepertiga malam meski
pagi tadi baru saja selesai berperang. Mereka juga tak lalai menghadap Allah
ketika dhuha memanggil. Meski baru subuh tadi, tubuh baru bisa beristirahat. Itulah
mereka. Memiliki nilai spiritual yang sangat senjang dengan pemuda masa kini.
Semoga
kisahnya menjadi inspirasi para pemuda. Untuk terus berusaha membangun
peradaban yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan (yang sebenarnya).
Wallahu’alam
bishawab.
0 Response to "Si Pedang Malam"
Post a Comment