Haruskah Turun ke Jalan?


19 0ktober 2012, 21.08 wib
 

Mungkin teman teman yang membaca artikel saya ini akan membantah atau banyak yang tidak setuju dengan pendapat saya.

Beberapa hari lalu saya beserta teman teman kuliah ikut aksi yang di adakan oleh *** ** di depan ****** ******.  Pada hari itu banyak aksi yang di selenggarakan di beberapa tempat.  Termasuk di tempat yang kami targetkan sebelumnya. Kami pun terpaksa menuntut Pak Presiden dengan turun kejalan, lagi. Ada 7 tuntutan yang kami bawa hari itu. Tetang kasus korupsi, kemiskinan, pendidikan, HAM, ekonomi, pangan, dan kesehatan.

 Kami kecewa dengan pemerintah. Manusiawi bukan? Siapa yang tidak kecewa dengan pemerintahan kita? 8 tahun sudah SBY-Budiono memerintah, tapi tidak ada perubahan yang signifikan. Nampak nya kicauan kami pada hari itu di abaikan begitu saja. Dan selalu seperti itu, bahkan aksi kami menuai paradigma negatif di mata sebagian masyarakat, ironi sekali. Padahal apa yang kami sampaikan baik. Kami membela rakyat kecil, miskin, susah dan tidak punya daya apa apa untuk bertindak. Salahkah?
Sebenarnya bukan perkara SBY-Budiono yang mau saya bahas. Melainkan suara kita yang tidak pernah di dengar. Katanya ini negara demokrasi, tapi mendengar aspirasi masyarakat pun tidak. Dimana letak kedemokrasiannya? Apakah disembunyikan dalam kursi kursi mewah DPR? Di selipkan di antara arsip arsip tidak bernilai? Atau masuk tempat sampah dan di bakar begitu saja? 

Mungkin ada yang salah dengan aksi kita teman-teman. Kita boleh beraksi tapi tidak layak buat saya pribadi ketika kita mencaci maki pemimpin kita, mereka tidak akan pernah mau mendengar. Ibarat seorang Ibu yang sedang memarahi anaknya dengan cacian, apa lantas anak itu suka? Saya pikir jawabannya tidak! Anak itu akan pergi dengan menutup telinga, bisa jadi anak itu akan membenci Ibunya sendiri. Sama hal nya seperti pemerintah yang selalu kita caci maki tiap beraksi. Begini kah caranya menarik perhatian mereka? Sebagian orang mungkin setuju tapi sebagian lagi mungkin memilih tidak. 

Kenapa tidak kita buat konferensi dengan pemerintah? Sulitkah birokrasinya? Atau memang sudah di coba tetapi selalu di tolak? Berapa kali sudah di coba? Atau belum sama sekali? Mungkin ini cara yang sulit, tapi tidak ada yang sulit ketika kita membela hak hak rakyat. Bukan hanya turun kejalan dengan segelintiran orang yang hanya ikut ikutan dan hanya ingin tau bagaimana rasanya aksi. Sebenarnya kita tidak perlu turun ke jalan bila hanya berjalan dengan mereka yang tidak mengerti tujuan kita untuk beraksi. Mungkin itulah salah satu penyebab gagalnya aksi kita, tidak ada semangat sejati. Hanya segelintiran orang yang benar benar bersemangat dan mengerti apa yang harus di bela. Masyarakat pun banyak yang tidak mengerti dan tidak tau kenapa kita beraksi. Kita tidak bisa berjalan sendiri kawan. 

Mungkin tahun 98 mahasiswa bisa melengserkan Soeharto dengan cara aksi, tapi itu zamannya Soeharto, bukan kita. Zamannya sudah beda, berbeda sekali. Kita butuh bantuan media massa yang pro rakyat bukan media massa yang mencoreng itikad baik aksi kita. Cara media massa itu lebih “ngena” di banding kan kita aksi. Berapa banyak berita yang tersebar ke seluruh nusantara dengan bantuan media massa? Banyak kasus yang akhirnya tuntas karena bantuan media massa. Kita harus mengambil hati rakyat, rakyat harus tau bahwa mahasiswa membela mereka. Bahwa mahasiswa sedang memperjuangkan hak mereka sebagai MANUSIA yang HARUSnya DAPAT PENGHIDUPAN yang LAYAK bukan TIDUR diKOLONG JEMBATAN dan menjadikan PENGEMIS sebagai PROFESI. Dan caranya menyebarkan berita lewat media massa. Kita akan lebih di dengar oleh banyak orang. Tidak hanya presiden, tidak hanya segelintir mahasiswa, tapi kita bisa didengar oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia maupun di luar negeri. 

Saya tidak melarang adanya aksi, tapi di sisi lain aksi yang berakhir dengan cheos hanya menambah paradigma buruk tentang aksi itu sendiri, jadi pesan yang kita bawa tidak sampai ke hati masyarakat. Kalau tahun 98 mahasiswa mampu menghapus ORBA dengan melengserkan langsung Soeharto beserta kroni kroni nya. Mungkin aksi bukan jalan bagi kita untuk bisa menyampaikan pesan masyarakat pada pemerintah, kita perlu cari cara lain. Cara itu adalah PR untuk kita bersama, mungkin kita bisa melakukan konferensi antara mahasiswa, rakyat dan pemerintah. Bekerjasama dengan media massa, lakukan seminar-seminar yang bertujuan untuk membuka mata hati masyarakat bahwa Indonesia butuh perubahan yang nyata, bahwa Indonesia butuh pemimpin yang berani bertindak, seperti Soekarno yang anti Amerika, seperti Soeharto yang pernah mensejahterakan Indonesia pada zamannya sebelum krisis moneter melanda atau seperti Habibie yang  jenius dan bijak mengambil tindakan.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Haruskah Turun ke Jalan?"

Post a Comment