Jangan Panggil Aku Piatu
Aku sudah di tinggal ibu sejak pertama kali
menghirup nafas di dunia. Tak ada belaian hangat jemari ibu mengusap kepalaku.
Aku bukannya tak punya ibu, aku punya! Hanya saja Tuhan terlalu cepat
memisahkan aku dan ibu. Tuhan memilih ibu bersanding denganNya sebelum ibu
sempat mengecup keningku. Aku punya ibu, sama seperti kalian. Bedanya raga ibu
tak disisiku, itu saja. Selebihnya kita sama. Jadi, berhentilah memanggilku si
Anak Piatu, karena itu membuatku merasa jauh dari ibu.
Ibu memberikan sisa hidupnya untukku. Karena ibu,
aku ada namun karena aku ibu pergi. Ibu berhasil mentransferku ke dunia melalui
hela nafas terakhirnya. Aku memang tak merasakan kasih ibu lewat usapan
jemarinya atau mendengar ibu mendayu merdu meninabobokanku. Yang aku tahu dan
aku rasa kasih ibu terlukis di setiap langkah dan hembus nafas yang ku hirup.
Cintanya lebih berharga dari hidup yang ia kenalkan padaku.
Teman-teman bahkan Ibu-ibu di sekitar rumah sering
mengasihani aku, “Kasihan banget yah dari kecil udah di tinggal Mamahnya”
begitu ujar mereka. Bahkan kadang dengan teganya ada yang berceletuk, “Tuh
gara-gara ngelahirin kamu, Mamahmu jadi meninggal!” perih rasanya!
Andai hidup bisa aku bagi, aku akan membagi nyawaku
untuk Ibu. Aku akan tetap bahagia Bu, membanggakanmu yang telah menghadiahkan
hidup padaku. Mengajariku bahwa ketulusan mampu membunuh ketakutan, bahwa
ketulusan cintamu membuat Tuhan pun jatuh cinta padamu. Aku belajar mencintaimu
seperti engkau memberikan cintamu.
0 Response to "Jangan Panggil Aku Piatu"
Post a Comment